Apr 29, 2015

Dream > Myself : What I Want to Achieve

Ahiyaaa~ (maklumi anaknya yang suka bikin salam semau-maunya)

I know I just posted before. But please let me let out what’s in my mind. I really need it right now.

Oke. Jadi gini. Seharian ini, gue nggak habisnya mandangin hape gue. Berharap ada sms mengenai kelanjutan wawancara gue. But, I still have not get any message(s) yet. Still optimist eventhough rasanya menipis. Hmm…

Tiba-tiba, kembali terpikir masalah yang beberapa bulan lalu gue pikirin. Perihal lanjut master langsung setelah lulus. Jadi, sebenarnya, pas mau sidang gue itu malah sibuk buka-buka situs LPDP dan download list universitas yang ada di LPDP. I did my own research. Buka link universitasnya, cek jurusannya, gimana cara masuknya, ada thesis atau nggak, berapa lama, apa aja yang dibutuhkan dan lain-lain. I really do want to continue my study.

Hal ini bukan perkara mudah. Pertama, karena gue memutuskan untuk master di luar negeri. Which means, I need to fight to get a scholarship. Which leads to, what major I want to take. Aaand, does the major I want to take need me to write a thesis or not. Kenapa luar negeri, mungkin ada sebagian dari teman-teman yang bertanya tentang ini. Well, I just want to go abroad and take as many lessons as I can.

Bukan berarti universitas di Indonesia kurang baik atau gimana gitu ya kualitasnya. Tapi I just want to explore some countries while I learn something. Jadi bukan semata jalan-jalan gitu (not that I think traveling to other country is bad though). Nah, karena gue ingin di luar negeri, gue harus berjuang untuk dapat beasiswa. Kenapa? Karena pasti nggak murah. Dan tentu ortu juga nggak akan segitu mudahnya mengeluarkan uang untuk biayain master gue.

Dari situ, muncul pertanyaan, jurusan apa sebenarnya yang gue mau ambil. Jujur sampai saat ini, jurusan masih jadi satu hal yang gue bingung. Gue ini sarjana pendidikan, tapi, gue nggak mau ambil master di bidang itu. Bukannya nggak suka, tapi ada hal-hal yang ingin gue pelajari selain disiplin ilmu yang gue ambil sebelumnya. Jurusan-jurusan yang menarik bagi gue setelah lihat-lihat beberapa web universitas adalah TESOL, International Relations, Journalism atau Broadcasting, Literature dan beberapa jurusan social studies dan humaniora (catatan gue sebenarnya hilang pasca sidang. Kayaknya keselip dan sampai sekarang belum ketemu TT TT).

Jurusan-jurusan itu gue temukan di beberapa universitas yang ada di Australia, UK, US, Korea, Jepang dan Singapura. Khusus untuk Jepang dan Korea, gue sebenarnya sih nyari juga yang bahasa pengantarnya Inggris. Selain karena masih worried tentang thesis, gue masih suka roaming jadi precaution aja. Jangan sampe udah jauh-jauh kuliah malah nggak nangkap ilmunya. Kan sayang.

Then it leads to thesis. Ya, gue masih trauma sama yang namanya thesis gara-gara skripsi (membenarkan apa yang Nana tulis di blognya mengenai ini). Gue, jujur aja, nyusun skripsi itu empat semester. Took me a while, yeah, dan itu beneran menghabiskan waktu gue. Gue bukan tipe orang yang suka penelitian. I love reading, I do. Tapi membaca karena suka dan membaca karena harus untuk meneliti itu beda (at least buat gue sampai saat ini). I love making paper. Kalau topik papernya gue paham dan kuasai. Sementara beberapa penelitian, nggak selalu mengenai hal yang kita inginkan, iya nggak? Terkadang ada campur tangan dosen pembimbing dan beberapa teman yang berkesempatan kuliah di sana, memberi testimoni yang demikian.

So, I really did read thoroughly about the non-thesis major or program. Dan ada! Di beberapa universitas di Aussie dan UK juga Korea ada program non-thesis. Kalau di Aussie dan UK namanya Course Program. Only take a year to complete (kalau nggak salah ingat). Kalau di Korea namanya apa ya, kalau nggak salah ada yang bisa milih mau ambil jalur thesis atau non-thesis. Kalau ini tetap dua tahun. Jadi kita hanya perlu menyelesaikan kredit yang dibutuhkan, menyelesaikan beberapa jurnal dan mungkin ada internship beberapa bulan (jadi nanti 1 tahun lebih sedikit) and you get your master. Sayangnya, di Jepang nggak ada. Di US juga kayaknya ada sih, tapi lupa.

Ya, jadi garis besarnya begitu. Untuk merealisasikan mimpi gue ini, masih ada beberapa hal yang harus gue penuhi. Salah satunya TOEFL. Ya, gue tentu saja harus memiliki sertifikat TOEFL atau IELTS. Ini yang masih harus gue penuhi sekarang. Gue akan cicil satu persatu sebelum ada pemberitahuan lagi. Supaya nanti saat ada pengumuman, gue bisa langsung apply. So I need to research again (dan mencatat baik-baik kali ini nggak boleh hilang lagi).

Gue mungkin bukan orang yang pandai, bukan orang yang suka belajar terus menerus (belajar di sini maksudnya yang mencatat, menghapal, etc.), tapi gue orang yang banyak mau. Gue selalu mau tahu hal yang gue nggak tahu. Gue nggak suka ujian, tapi, gue suka mempelajari hal baru. Lucu ya, nggak suka belajar padahal. I love to learn something about things I like. Jadi, ya, begitu. Keinginan gue ambil S2 atau master mungkin bukan untuk gelar semata, tapi ingin menghilangkan rasa haus gue untuk tahu tentang dunia. Dan gue nggak peduli sih apakah nantinya gelar gue akan berguna untuk masa depan gue atau pekerjaan gue di masa depan walau gue selalu berharap apa yang gue kerjakan nanti akan terbantu dengan ilmu gue. So, yeah. Wish me the best of luck. Gue sekarang sedang merajut perlahan mimpi gue. Berharap, suatu saat, gue bisa benar-benar mewujudkannya.

I have a dream. And that dream is bigger than me. But I really grateful I have it. Someone really needs a big dream in their life so that they can achieve more and more before they get what they’re dream of (pardon my english).

Love,
-Nifa

One Step Closer.....



Hai~

Jadi, seperti yang udah gue tulis di postingan sebelumnya (itu loh, yang PS kecil banget di bagian bawah post), Selasa kemarin gue ke Bandung untuk tes di Mizan. Gue sih dikabarin hanya untuk psikotes berkaitan dengan lamaran gue ke sana untuk jadi editor komik (yang terlaksana karena info dari temen mama yang merupakan staf HRD Mizan). Sebenarnya sih, psikotesnya Rabu. Tapi berhubung waktunya jam 8.30 pagi, nggak mungkin buru-buru berangkat dari Jakarta hari itu juga. Bisa-bisa telat. Dan lokasi Mizan itu bukan di Kota Bandung. Kayaknya sih di pinggir gitu. Lebih tepatnya di daerah Ujungberung. Jadi, antisipasi aja sih, gue berangkat (sama mama) hari Selasa dan pulang hari Kamis (berhubung Jumat jalanan protokol Bandung ditutup karena ada KAA). 
So, Selasa kami jalan pagi. Jam 9-an deh. Lumayan, jalanan nggak macet. Bahkan Cikarang pun nggak semacet biasa, alhamdulillah. Pas jalan itu, papa nanya, mau nginep di mana? Karena kebetulan temannya ada yang dapet voucher menginap di hotel Serela dua malam. Pas kan? Ya udah. Mama bilang, mau nunggu kabar mengenai voucher itu. Lumayan banget bisa stay di Bandung 3 hari 2 malam gratis tis tis. 
Sampai Bandung, kira-kira jam 11.30, kami nggak langsung ke hotel (karena papa belum kabarin lagi). Kami mampir dulu ke The Kiosk Pasar Dago. Oooh, betapa rindu sama Bandung. Entah kenapa, seneng banget. Sebentar mama ninggalin buat ketemu kepala sekolah TK yang mama urus (mama psikolog di TK itu maksudnya), gue sebenarnya nulis. Tapi, belum tahu kapan tulisan itu akan gue post. 
Pendek cerita, akhirnya kami check in. Kamarnya enak, hotelnya pun bagus walau kecil. Selasa malam, waktunya istirahat. Setelah posting Tantangan OWOP di whatsapp, gue pun tidur. Nggak mau besoknya bangun telat atau malah ngantuk pas tes.
And then this is the day! Anehnya, gue santai aja. Deg-degan pun nggak. Gue dibangunin jam 03.00 sama mama untuk sholat tahajud dan hajat. Terus lanjut mandi dan siap-siap. Jam 06.00 kami turun sarapan dan berangkat. Karena mama nggak tahu letak Mizan, mama memutuskan untuk nganter gue ke rumah temannya yang ada di sekitar bypass Bandung (iya, jangan tanya daerahnya sama gue, nggak tahu soalnya) untuk nanti diantar ke Mizan naik motor. Ya, karena traffic di daerah itu bikin mobil susah lewat.
Akhirnya, jam 07.30 gue berangkat, diantar oleh Tante Ani (teman mama) naik motor. Sepanjang perjalanan, gue mikir aja. Kalau gue keterima, berarti gue pindah ya ke Bandung. Wah seru kalau iya. FYI, Bandung adalah salah satu kota yang pengin banget gue tinggalin. Iya, gue udah sumpek banget sama Jakarta. Pengin punya atmosfer baru dan menurut gue, Bandung enak banget memang buat ditinggali. Sambil liat-liat jalan (nothing much to see, anyway), memang macet ternyata. Tapi karena kami naik motor, bisa nyelip-nyelip. 
Nggak berapa lama, kami pun sampai di Mizan (setelah tanya tukang ojek sebelum masuk Jalan Cinambo). Depan Mizan itu masih sawah lho, btw. Jalanannya pun kecil. Terpikir mungkin ini cikal bakal Mizan ya. Bentuk gedungnya pun bukan gedung melainkan rumah. 
Ya, nggak usah panjang lebar deh ya. Tante Ani hanya nge-drop gue. Dia kemudian bilang kalau sudah selesai nanti kabari. Setelah itu ditinggal deh gue. Di sini, gue benar-benar sendiri. Well, nggak sendiri. Allah SWT bersama gue kan. 
Gue tes bareng dua orang lainnya. Satu perempuan satu laki-laki, namanya Teh Wiwit dan Aa Andhika (jangan diciein dulu. Ini karena gue nggak tahu dia lebih muda atau lebih tua jadi amannya pake Aa). Kami mulai psikotes tepat jam 10.00 dan selesai kira-kira jam 13.30. Setelah psikotes, rasanya, badan lemas nggak karuan. Capek banget jujur. Kami dikasih waktu 30 menit untuk istirahat sebelum nanti dikasih tes tentang bahasa dan perkomikan. Gue pakai waktu itu untuk sholat (dikasih makan siang sih, tapi gue tipe orang yang nggak bisa makan sebelum ujian selesai). 

Setelah waktu istirahat habis, kami diberi tes itu dan waktu yang diberi hanya satu jam. Saat melihat soal, wow, amazing. Ujian bahasa Indonesia lagi. Selain tes bahasa Indonesia, kami juga diberi delapan naskah untuk kemudian memilih dua di antaranya yang layak terbit dan alasannya. It’s getting real, isn’t it? To be a comic editor.
Well, tesnya lumayan ya, bikin pening. Tapi senang sih, one step closer to my dream, kerja di antara buku nantinya. Setelah itu kami bertiga menunggu giliran untuk wawancara dengan user (orang dari CAB Mizan yang menerbitkan komik-komik Mizan) dan HRD atau psikolognya. 
In the end wawancaranya juga lancar (at least menurut gue). Dan gue pun pulang dijemput Tante Ani. Sebenarnya sih ada ganjalan ya mengenai wawancara tadi. Tapi gue berusaha optimis. Gue sudah melakukan yang terbaik dan semoga Allah melancarkan jalannya. Tapi, seperti kata adik gue, “Gue doain yang terbaik ya, Mbak.”, iya juga. Gue juga berdoa yang terbaik aja deh. Allah paling tahu kan.
Sesampainya di hotel, gue tepar. Hahahha. Beneran tepar. Habis mandi dan sholat, gue beneran langsung tidur. Mata sudah nggak bisa kompromi. Terus, paginya, kami check out dan pulang. Bye Bandung. Semoga gue beneran diberi kesempatan untuk tinggal di sini.

Nah, sekalian aja gue ceritain tentang DD ya. Waktunya memang deketan sih. Jadi, baru juga pulang, tiba-tiba gue dapet sms dari Dompet Dhuafa. Ya, gue memang apply juga di DD, untuk kegiatan Sahabat Ramadhan 2015. Sms dari mereka sebelumnya itu persis sebelum gue dapat panggilan untuk tes di Mizan, menyatakan gue lolos screening dokumen. Kamis sore itu, gue dapat sms untuk datang tes di kantor pusat Dompet Dhuafa di Ciputat. Harus konfirmasi paling lambat hari Jumat, gue langsung nanya mama baiknya. Akhirnya gue balas, gue akan hadir di tes itu. Tesnya Sabtu, btw. Jam 11.30.
Gue langsung kabari papa. Karena kalau mau ke sana sendiri gue nggak berani, takut nyasar. Gue sama sekali nggak tahu jalan. Akhirnya papa bilang mau mengantar. Done. Sabtu pun tiba, gue berangkat tiga jam lebih pagi dari jadwalnya. Karena Ciputat itu… macet banget kan. Mengantisipasi macet dan supaya nggak gugup, ya lebih baik berangkat lebih pagi. Berbekal peta dari waze, kami tiba jam 09.30 di kantor DD. 

Masalahnya kami nggak tahu nih, ini kantor yang dimaksud atau bukan. Akhirnya, gue nanya. Ternyata bukan. Headquarternya atau kantor pusatnya masih ada di depan lagi. Untung nanya dan tibanya kepagian. Coba kalau ngepas. Bye. Akhirnya kami pun putar arah dan jalan terus sampai ketemu tempat yang dimaksud. Sudah ramai sih ternyata, dan gue baru tahu tes itu dibagi beberapa kloter dari pagi sampai sore. 

Setelah isi biodata dan menunggu lumayan lama (ngaret banget, jadwal kan jam 11.30, kami masuk jam 11.50an), gue dan yang lainnya akhirnya masuk untuk tes. Psikotes lagi ternyata. Tapi kali ini lebih simpel. Setelah kurang lebih satu jam, tes pun selesai dan kami diberitahu untuk menunggu sampai Selasa-Rabu untuk dihubungi lagi. Jika lolos tes ini, akan dihubungi untuk wawancara. Besar harapan gue untuk dipanggil wawancara. Tapi sampai sekarang sih belum ada sms ya mengenai itu. Doain ya.

Daaaaaaan, selesai. Untuk saat ini, itu aja sih. Pengalaman gue di Mizan yang paling berkesan. Karena itu pertama kalinya gue wawancara kerja, sejujurnya. Dan gugup, pasti. Tapi, selalu ada yang pertama kali kan untuk semuanya? Jadi ya, gue jadiin hal itu sebagai pengalaman. Next time, I wouldn’t be worse than that, right? Hehehhe.

Doain aja ya, yang terbaik. See you next time. Jangan bosen bacain ocehan gue ya.

Love,
-Nifa

Apr 17, 2015

Pasca Wisuda Lalu…….



Hai…
Just like the post before, I finally got my degree. Secara resmi udah sarjana. Udah diwisuda. Lalu? Iya ya, lalu apa? Idealnya sekolah > kuliah > kerja. Tapi apa memang segampang itu? Nyatanya, yang gue alamin sih nggak segampang itu.

Gue jujur aja kuliah lebih dari batas waktu ideal yang gue mau. Empat tahun itu maksimal (bayangan ideal di kepala gue). Tapi ternyata, gue lebih dari itu. Memang rencana itu bisa dibuat, tapi kenyataan kadang nggak seindah rencana. Long story short, lulus pada akhirnya setelah lima tahun. Lalu setelah itu kerja kan? Seharusnya. Nah, emang sekarang lagi ngapain?

Jadi sarjana ternyata nggak seindah yang dibayangin ya. Nyari kerja juga nggak segampang yang dipikirin. Jujur, gue ini memang hidup mudah. Well, bukannya gue anak orang kaya, nggak. Tapi paling nggak, saat gue kuliah, gue nggak perlu nyari duit sendiri, kerja, untuk bayaran. Alhamdulillah, orang tua masih bisa membiayai. Lalu? Ya kehidupan kuliah gue ya gitu-gitu aja. Karena nggak merasa butuh uang lebih (walau kadang kepikiran juga) gue nggak berusaha mencari kerja seperti teman-teman gue yang lain. Dari yang kerja ngajar les privat bahasa Jepang, les di bimbel ngajar MIPA, jadi penerjemah lepas atau apapun deh. Gue nggak pernah kepikiran untuk ikutan.

Awalnya alasannya karena rata-rata jobnya jauh dari rumah. Kedua alasannya karena ngajar MIPA (anak IPS ini nggak mungkin ngajar fisika kan?). Ketiga, karena nggak mau ngajar (atau lebih tepatnya dulu beralasan nggak bisa). Idealis atau nggak, gue juga nggak tau. Mungkin iya, gue idealis karena gue pada dasarnya memang nggak ingin jadi guru. Pada akhirnya, beberapa kali gue ikut juga jadi volunteer. Salah satunya waktu Jak-Japan Matsuri. Lumayan juga. Gue pikir saat itu nggak akan dapet honor, namanya juga volunteer. Tapi ternyata dapet, alhamdulillah. Sukses dapet pengalaman, jadi penerjemah ala-ala dan dapet uang jajan, plus seneng-seneng di festival Jepang.

Terus sekarang gimana? Ya alhamdulillah sih masih nganggur. Hehehehe… loh iya, alhamdulillah. Masih dikasih kesempatan nganggur. Banyak loh orang yang kepengen nganggur. Alias kebanyakan kerja jadi pengen libur (iya alasan aja Nifa mah alasan). Tapi serius, sekarang emang masih rajin nyari kerja. Bilang gue masih idealis tapi emang pengennya kerja di bidang yang gue mau. Ortu sebenernya udah gerah kayaknya liat gue kayak nggak ada kerjaannya di rumah. Tapi, percayalah, gue nggak segitu nganggurnya. I’m working for my dream. Hmm, nyicil nulis lebih tepatnya. Tulisan yang seharusnya udah selesai entah bertahun lalu, dan terus menerus gue ulang tapi nggak kunjung selesai.

Anyway, berkali gue curhat sama temen juga. Dan emang, mungkin jalan orang beda-beda. Ada yang mudah dapet kerja, ada yang berpikiran untuk kerja apa aja yang penting dapet kerja dulu, ada yang memang suka dengan kerjaan yang didapat langsung, ada juga yang lama kayak gue. Intinya adalah gimana caranya kita menyikapi ini semua kan? Beban pertanyaan yang berlanjut (dari “kapan lulus?” ke “udah kerja di mana?”), tuntutan dan ekspektasi orang tua yang mungkin tinggi juga daaaaan….. lingkungan sekitar (kayak mungkin teman-teman seangkatan atau teman-teman yang wisuda bareng) yang udah kerja dan udah bisa ‘bahagiain ortu’. At some point, gue iri, tapi sekarang, gue rasa nggak ada yang harus diiriin. Walau nyokap kadang masih suka bikin keki, tapi gue rasa, itulah caranya nyokap nunjukkin kalo dia sayang. Oooh, I love you too mom.

Udah ah. Gue sampe bingung sumpah itu nulis apa aja. Let’s meet at the end of the road, ya…

Ciao,
-Nifa

P.S: gue tadi dapet sms dari Dompet Dhuafa yang katanya gue lolos seleksi dokumen dan dapet panggilan psikotes dari Mizan. Let’s hope for the best ya. Wish me good luck.

Apr 16, 2015

Janji ooooh Janji

Talk to me about the promise I made with myself. To keep writing this blog consistently. I'm sorry for not write anything for almost a month (omg it's been that long). Okay. So let's catch up things. No, I will not write it in English. Gahahaha.... I'm tooooo lazy to think any grammatical sentences and to think about vocab and whatnots. Here we go....

Jadi, terakhir gue ngeblog itu... 18 Maret. Iya kan ya? (nanti kalo salah, gue edit deh). Banyak hal terjadi selama rentang 18 Maret ke 16 April ini. Wisuda udah lewat (ya, udah lewat, BANGET). Terus, sampe saat ini masih job-hunting (dan meladeni paksaan mama untuk ambil pekerjaan apa aja supaya kerja). Masih jadi pengangguran.

Tanggal 24 Maret itu, adalah tanggal bersejarah buat gue. Iya, gue wisuda (AKHIRNYA). Jangan tanya berapa lama gue kuliah, cukuplah tau gue udah lulus tahun ini. Perjuangan sampe ke tahap ini itu udah menghabiskan berember-ember air mata dan keringat (lebay). Nggak lah nggak selebay itu. Tapi yang penting, jadi hal yang selalu bisa gue ceritain panjang lebar ke siapa aja yang penasaran (tapi nggak akan gue bahas di sini karena akan lama banget serius deh). Well, wisuda itu.... gitu aja sih sebenernya. Tapi, beberapa momen memang bikin merinding banget (terutama pas padus UKM nyanyi Gaudeamus, huhu pengen nangis, inget dulu pernah nyanyiin itu). The moment when I moved the braid (aduh sumpah gue nggak tau harus pake rope atau apa), pengen nangis. Penantian ini, akhirnya.
Bangun jam 3 pagi, bangun sendiri lagi nggak pake dibangunin. Mandi, dandan (sendiri, kapok didandanin kayak tante-tante), bangunin orang rumah, sholat, siap-siap. Semua, gue kerjain sendiri. Rasanya excited banget emang. But that's the point. Momen ini punya gue. Ya, sisanya, ya kayak wisuda-wisuda lainnya. Hehehe....

Setelah itu? Jujur sebenernya lupa. Tapi, selama tanggal-tanggal itu, gue sibuk nyari kerja. Dan main sama temen. Ngajar juga. Gue ngajar anak-anak yatim bahasa Inggris. Lumayan, ada kesibukannya, walau memang nggak dibayar karena jadi volunteer aja. Walau bahasa Inggris gue masih ecek-ecek, tapi bisa bikin anak-anak itu ngerti, seneng juga sih. Merasa ilmu yang gue punya bisa berguna juga.

Jadi, sebetulnya, udah lama pengin nulis tentang wisuda itu. Sebagai satu tulisan utuh. Tapi, momennya memang udah lewat jauh. Jadi rasanya... aneh. Pun sebagai anak yang pelupa, jujur aja, detailnya pun lupa. Tapi mungkin nanti gue akan bikin satu posting khusus untuk gladi bersih wisuda dan wisudanya plus foto (oh nifa, so much for a promise, postingan tentang GAC aja belom jadi-jadi). Ya, segini aja dulu. Ingatan nggak mendukung. Hehehe....

So, I won't promise anything deh sekarang, takut nggak bisa menuhin. Tapi, gue akan berusaha untuk terus nulis, nggak tau seberapa sering, tapi akan. Secara udah gabung sama OWOP. OH IYA OWOP. I've joined OWOP (One Week One Paper). Jadi semoga bisa lebih konsisten nulis.

So byeee.....

Love,
-Nifa